pengawetan kayu anti rayap

Analisa Kerusakan Kayu Akibat Organisme Perusak Kayu, Solusi Pengawetan Kayu Sebelum Terlambat

Arti penting pengawetan kayu dapat dilihat dari dampak penggunaan kayu tidak awet. Kerugian yang terjadi bukan hanya dari segi materi berupa pemborosan kayu, biaya dan waktu, tetapi juga materi seperti rasa aman, kepercayaan dan reputasi. Bahkan tidak menutup kemungkinan timbul tuntutan ganti rugi karena ingkar janji atau sanksi administratif dan atau pidana apabila karena kelalaiannya mengakibatkan bangunan tidak layak fungsi (Undang-undang No. 28 tahun 2002).

promo produk white agent wa-250

Meskipun belum terdapat data kuantitatif mengenai kerusakan kayu karena serangan organisme perusak kayu (OPK) di Indonesia, namun dapat dipastikan bahwa kerugian yang ditimbulkannya sangat besar. Sebagai perbandingan, sekitar 10% dari tebangan tahunan di Amerika Serikat digunakan untuk pengganti kontruksi karena pelapukan. Angka ini belum termasuk kerusakan karena serangan OPK lainnya. Kerusakan kayu di Indonesia pasti jauh lebih besar daripada di negara Amerika.

Baca Juga : karakteristik kayu akasia menjadi idaman para pengrajin mebel

Berdasarkan asumsi 10% dari realisasi pasokan kayu, sebesar 36,36 juta meter kubik, berarti 3,636 juta m rusak karena lapuk. Apabila harga kayu dolok rata-rata Rp.500.000/m , kerugian tersebut akan mencapai sebesar Rp.1,816 Triliun per tahun atau setara 363.600 ha hutan jika potensinya 100 3 m /ha. Kerugian itu semakin ke hilir akan bertambah besar.

Hal itu bukan saja disebabkan oleh variasi jenis OPK dan kondisi lingkungan yang kondusif, tetapi juga oleh kenyataan bahwa sebagian besar (85%) dari kayu yang dimiliki memang keawetannya rendah. Sebagai contoh kayu karet dalam hitungan hari sudah diserang jamur pewarna biru dan umur pakai hanya beberapa bulan saja karena diserang bubuk.

promo produk biocide insecticide

perusak kayu

Apa Saja Dampak Kurangnya Pengawetan Kayu

Bahkan kayu jati yang secara alami awet, pada umur pohon 48 tahun, umur pakainya hanya 2,9 tahun. Dampak negatif dari pemanfaatan jenis kayu yang tidak diawetkan sekarang makin dirasakan. Sebagai contoh: (1) penggunaan kayu borneo super sebagai bahan konstruksi pada pembangunan rumah mewah dengan nilai dijual Rp.500 juta - Rp. 1,2 Milyar per unit, kayunya lapuk dan keropos padahal baru berumur 6 bulan, (2) Rumah bantuan korban Tsunami di Kampung Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh hampir roboh karena kayunya lapuk padahal baru dibangun 5 bulan, (3) Sebagian warga enggan menempati rumah bantuan karena kualitas konstruksi terutama pada kerangka atap bangunan di-buat dari kayu yang lapuk, (4) Sekarang banyak produk mebel dari kayu jati dan mahoni, diserang bubuk. Serangan bubuk juga terjadi pada produk ekspor komponen pintu dari kayu manii (Maesopsis eminii Engel.) dan kayu kemiri (Aleuriteus molucana Willd).

Indikasi lain tentang arti penting pengawetan kayu dapat dilihat dari gambaran berikut: kecelakaan kereta api yang kerap terjadi disebabkan antara lain oleh bantalan kayu penyangga rel yang digunakan sudah lapuk. Suatu penelitian pada bangunan perumahan di Jawa Barat menunjukkan bahwa rayap kayu kering merupakan hama perusak kayu terbesar (59%) dan selanjutnya berturut-turut karena jamur pelapuk (53%), rayap tanah (26%), bubuk kayu kering (21%) dan OPK lain (9%) (Barly dan Abdurrohim, 1982, Studi pendahuluan peng-awetan kayu pada rumah-rumah rakyat di Jawa Barat. Laporan No.161. Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor).

Di Jabotabek serangan rayap tanah dan rayap kayu kering masingmasing mencapai 48,83% dan 13,30%. Bahkan ada yang menyebutkan bangunan yang terserang rayap dapat mencapai 94% atau 75 dari 80 bangunan yang diamati. Sementara itu Direktorat Tata Bangunan, Direktorat Jendral Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum pada pertengahan tahun 1983 pernah menyatakan bahwa kerugian akibat serangan rayap pada bangunan pemerintah saja diperkirakan mencapai seratus milyar rupiah setiap tahun.

Kerugian ini diperkirakan akan bertambah besar lagi karena di 10 kota besar di Jawa 25 persen bangunan dimakan rayap. Dari contoh di atas, permasalahan kompleks yang berakibat pada kinerja bukan semata-mata disebabkan oleh kekurangan bahan baku, tetapi mungkin lebih disebabkan oleh minimnya pengetahuan mengenai sifat dan kegunaan kayu yang berdampak pada kualitas, seperti pernah dialami pada pengolahan kayu karet. Melihat kondisi bahan baku kayu yang ada dewasa ini, aplikasi pengawetan kayu sebagai suatu keniscayaan selayaknya menjadi perhatian bagi semua pemangku kepentingan.